VERITAS 10/2 (Oktober 2009) 285-299
KECANDUAN BERINTERNET DAN PRINSIP-PRINSIP
UNTUK MENOLONG PECANDU INTERNET
HEMAN ELIA
Jumlah pengguna internet di berbagai belahan dunia terus berlipat
ganda dengan angka yang menakjubkan. Di Indonesia, perkiraan jumlah
pengguna internet oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) pada 1998 adalah 512.000 orang, dan terus bertambah hingga kirakira
25.000.000 orang pada tahun 2007. Dengan jumlah sebanyak ini,
Indonesia sudah termasuk ke dalam 20 negara pengguna internet
terbanyak di dunia.1 Dapat dipastikan bahwa jumlah pengguna internet
ini akan terus bertambah seiring dengan semakin murah dan mudahnya
koneksi internet, tersebarnya jaringan, serta juga semakin tersedianya
peralatan komputer, handphone, hingga iPhone, dan BlackBerry.
Internet yang semula dirancang untuk menjadi sistem komunikasi
militer telah berkembang menjadi penghubung banyak komputer sekaligus
ke dalam sebuah jaringan.2 Namun perkembangan internet saat ini bukan
hanya sebagai alat pengiriman, pertukaran, dan pengambilan data.
Internet memenuhi banyak fungsi lain, meliputi kemudahan berbisnis,
berkarier, berkomunikasi, menjalankan proses belajar-mengajar, menjalin
relasi, menyiarkan berita, berkampanye, melakukan propaganda, hingga
mewartakan injil. Semakin tidak terhindarkannya internet sebagai
perlengkapan studi dan alat bantu pekerjaan membuat internet turut
berperan dalam cara kita berpikir, berkomunikasi, berelasi, berekreasi,
bertingkah laku, dan mengambil keputusan. Ironisnya, alat yang begitu
berguna ini juga menimbulkan cukup banyak persoalan pada penggunanya.
Sebagai contoh, hasil sebuah survei3 memperlihatkan bahwa penggunaan
1T.n., “Statistik APJII Updated December 2007,” http://www/apjii.or.id/
dokumentasi/statistik.php.
2Douglas Groothuis, The Soul in Cyberspace (Grand Rapids, Baker, 1997) 12.
3Michael G. Conner, “Internet Addiction & Cyber Sex,” http://www.
Crisiscounseling.com/Addiction/InternetAddiction.htm; diakses 6 Mei 2007.
286 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan
internet memberi sumbangsih pada hampir 50% persoalan keluarga dan
relasi.
Ada banyak segi dari internet yang menarik untuk diamati. Banyak
literatur Kristen yang menyarankan dan mengajarkan pemanfaatan
internet untuk mengembangkan gereja, pelayanan, dan literatur Kristen.
Namun sisi negatif internet, terutama terhadap perilaku individu, belum
tuntas dibahas. Padahal internet memiliki potensi untuk membelenggu
dan melumpuhkan individu dalam bentuk perilaku mencandu. Artikel ini
secara khusus hendak menyoroti materi internet yang memicu perilaku
mencandu, khususnya masalah pornografi, online game, dan jejaring sosial,
gejala kecanduan internet dan proses mencandu, serta sumbang saran
mengenai cara menyikapi dan mengatasi persoalan kecanduan internet.
JARING PERANGKAP INTERNET
Jejaring internet tidak hanya bersifat menghubungkan, melainkan juga
dapat menjadi perangkap bagi penggunanya. Hampir 20% pengguna
internet terlibat dengan satu atau lebih masalah pengabaian diri, perilaku
mengecek dan mengklik terus-menerus, terisolasi secara sosial dan
menghindari orang lain, hilangnya produktivitas, depresi, problem
pernikahan, kecanduan seks, judi, penyalahgunaan internet di tempat
kerja, dan kegagalan studi.4 Internet telah menjadi persoalan yang serius
bagi banyak orang.
David Greenfield menjelaskan mengapa internet memiliki daya
menghipnotis. Internet sangatlah menarik karena memuat warna,
gerakan, suara, ketidakterbatasan informasi, dan kesegaraan respons.
Godaan daya tarik internet bahkan juga masih terus berlangsung saat
seseorang tidak sedang terhubung dengan internet. Orang yang
memenuhi kriteria sebagai pecandu internet dalam survei ini memiliki
kemungkinan yang sangat besar untuk menemui orang yang dikenalnya
pertama kali di internet.5
Sifat interaktif internet juga menambah daya tarik internet.
Greenfield juga menemukan bahwa rasa intim yang berlebih membuat
orang sulit melepaskan diri dari internet. 6 Penemuan ini sekaligus
memperlihatkan bahwa hubungan yang terjalin melalui internet merupakan
4Ibid.
5Rose Pike, “Log On, Tune In, Drop Out,” http://www.abcNews.com
6Ibid.
Kecanduan Berinternet 287
relasi yang tidak nyata dan menipu, namun cenderung dianggap sebagai
kenyataan buat mereka yang terlibat dalam relasi tersebut.
Dibanding televisi yang juga memiliki efek mencandu, internet
memiliki kelebihan karena sifat yang tidak terbatasnya waktu akses,
interaktif, menantang, dan sangat variatif. Lebih jauh, Michael G. Conner
juga menyebutkan dua hal yang membuat internet menarik dan sekaligus
bermasalah, yakni membuat orang merasa nyaman dan tidak menyadari
adanya masalah. Orang dapat bepergian ke mana saja, melihat apa saja,
menemukan apa saja, berbuat apa saja, dan menjadi siapa pun yang ia
kehendaki. Dalam masyarakat virtual, orang kehilangan akuntabilitas,
pengawasan, dan konsekuensi sosial.7
Ketertarikan seseorang terhadap internet banyak bergantung kepada
kepentingan, minat, dan kepribadian setiap individu. Orang dapat
memeroleh informasi mengenai apa saja sesuai dengan bidang minat dan
perhatiannya. Meskipun demikian, ada tiga hal utama yang menjadi pintu
masuk keterlibatan seseorang dalam kecanduan internet, yakni pornografi,
online game, dan jejaring sosial.
Daya Tarik yang Menjerat dari Pornografi di Internet
Masalah pornografi sudah ada sejak lama, namun semakin marak pada
era internet. Data memperlihatkan bahwa lebih dari 60% penderita yang
mencari terapi untuk masalah kecanduan internet menyatakan dirinya
terlibat pada pornografi atau pembicaraan seksual online yang eksplisit.8
Ini terjadi karena internet memberi banyak kemudahan. Materi
pornografis banyak yang tersedia secara cuma-cuma. Kita pun dapat
mengaksesnya secara anonim, meskipun sebetulnya tidak sepenuhnya
anonim karena akses ke internet dapat dilacak dengan cukup mudah.
Kemudahan akses dan rasa aman yang palsu membuat orang mudah
terjebak masuk ke dalam keterlibatan yang semakin intens yang semakin
tidak peduli dengan rasa bersalah dan malu.
Selain itu, sebagaimana dikemukakan oleh Laurie Hall, 9 dalam
pandangan pecandu, pornografi tidak berdampak pada tubuh, kepribadian,
maupun hidup pernikahan seseorang. Dengan kata lain, pecandu
7“Internet Addiction & Cyber Sex.”
8T.n. “Internet Addiction Disorder,” http://en.wikipedia.org/wiki/
Internet_addiction_disorder; diakses 21 Oktober 2009.
9Perselingkuhan Pikiran (trans. Lily Christianto; Bandung: Cipta Olah Pustaka,
2001) 142-143.
288 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan
pornografi internet yakin bahwa pornografi tidak merugikan diri maupun
orang lain. Bahkan, sebagian pecandu pornografi menganggap pornografi
menolong mereka terhindar dari perzinahan dalam arti yang sesungguhnya.
Keyakinan yang salah ini membuat pecandu tidak rela melepaskan diri dari
objek kesenangan mereka.
Online Game yang Tampak Menyenangkan
Online game telah menjerat banyak orang, khususnya kaum muda,
dalam kecanduan yang sulit dilepaskan. Internet merupakan permainan
yang menyenangkan bagi banyak orang, apalagi bila digabungkan dengan
online game.
Salah satu daya tarik online game adalah bahwa ada game jenis
tertentu yang bila dimainkan, masih akan terus berlangsung, bahkan ketika
seorang pemain sedang offline. Sebab pemain tidak hanya berusaha
untuk naik ke jenjang permainan yang lebih tinggi, ia pun harus mengatasi
lawan yang bisa berasal dari berbagai belahan dunia. Itu sebabnya,
pemain umumnya sulit meninggalkan komputer karena harus selalu
bertahan dan menang. Jenis game semacam ini misalnya Mafia Wars,
Vampire Wars, Dragon Wars yang terdapat di Facebook.
Daya ikat online game juga adalah sifatnya yang memungkinkan
pemain menjadi pribadi yang berbeda di dunia nyata. Pemain tidak harus
mengikuti aturan-aturan di dunia nyata dan dapat menjadi sosok yang kuat
dan yang selalu memenangkan pertarungan. Beberapa online game yang
populer di Indonesia antara lain Ragnarok, GetampedR, Seal Online, RF
Online, dan DotA yang bertambah populer dengan adanya perlombaanperlombaan10.
Berbagai game juga ditawarkan melalui situs-situs populer,
seperti misalnya Facebook, beberapa di antaranya bahkan tidak perlu diinstall
ke komputer kita.
Daya tarik lain online game yang berpotensi menjerat pemain menjadi
pecandu adalah bahwa pemain dapat mengubah dirinya dan memilih
karakter tertentu yang berbeda dengan karakter aslinya dalam game
tertentu, seperti dalam Perfect World.11 Bahkan ada online game yang
dapat mempertemukan orang yang berbeda yang melakukan petualangan
bersama, berperang bersama, dan melakukan hubungan seks dalam dunia
maya, sebagaimana yang terjadi dalam Second Life. Selain itu, online
10T.n., “Dunia yang Sempurna,” Suara Pembaruan (9 November 2007).
11Ibid.
Kecanduan Berinternet 289
game yang terkait dengan kuasa gelap juga ada, seperti misalnya
EverQuest. Tokohnya bisa berupa manusia, peri, dan tokoh khayalan lain
yang berpetualang mencari harta karun sembari meningkatkan
kemampuan avatar mereka.
Online game cukup sering bukan lagi sekadar permainan yang biasabiasa,
melainkan dapat menjadi alat berdosa yang mengikat serta merusak
tubuh dan jiwa. Rasa senang yang diperoleh lewat permainan ini
diperoleh dengan cara yang tidak wajar, yaitu dengan membohongi diri
dengan identitas yang palsu dan melarutkan diri dalam dunia yang tidak
nyata. Online game memberikan pemainnya semacam iming-iming yang
ditawarkan Iblis kepada Hawa, “Tetapi Allah mengetahui, bahwa pada
waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi
seperti Allah . . .”12 Online game memberi kemampuan luar biasa yang
semu, seolah pemain menjadi manusia yang digdaya, yang memiliki
kekuatan supranatural yang hebat, atau menjadi pribadi lain yang terpisah
dari pribadi asli yang tidak perlu takut melakukan dosa. Batasan antara
benar dan salah, juga antara baik dan jahat menjadi kabur dalam berbagai
bentuk permainan di internet.
Jejaring Sosial Internet
Yang sebetulnya bersifat netral namun sering menjerat adalah jejaring
sosial di internet. Sebagai gambaran, sekitar 62,5 % pengguna aktif
internet di seluruh dunia yang berusia 16 hingga 54 tahun memiliki profil
diri mereka di jejaring sosial internet. Sebagai tambahan, sekitar 71,1 %
pernah mengunjungi halaman profil teman mereka di jejaring sosial.13
MySpace, Friendster, Tribe, Geek, Twitter, Bebo, dan juga mailing list
merupakan jejaring sosial. Namun saat ini Facebook-lah yang paling
populer dengan lebih dari 300 juta penghuni.14 Dari daftar situs yang
paling banyak diakses di seluruh dunia, Facebook menduduki peringkat
kedua setelah Google, namun di Indonesia, Facebook di peringkat pertama
mengalahkan Google.co.id. 15 Facebook yang diperkenalkan oleh si
12Kejadian 3:5a.
13T.n., “Focusing on Social Networks,” http://www.emarketer.com/Article.
14T.n., “300 Juta Penghuni, Facebook Kian Tak Tertandingi,” http://www.detikinet.
com/read/2009/09/16/111143/1204643/398/300-juta-penghuni-facebook-kian-taktertandingi
15T.n., “The Top Sites in Indonesia,” http://www.alexa.com/topsites/countries/ID.
290 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan
jenius Mark Zuckerberg pada tahun 2004 terus bertambah penggunanya
hingga sekitar 5 juta orang per minggu.16
Facebook (FB) merupakan situs yang sederhana dan mudah
digunakan, dan yang paling penting adalah mempunyai efek mencandu.17
Efek mencandu itu bisa disebabkan oleh dua hal utama. Pertama, karena
kita senang memperoleh teman dan mendapat perhatian dari orang lain.
Kedua, kita senang menjadi orang yang dikenal dan diakui keberadaannya.
Karena itu, akan semakin mudah menjadi pecandu jejaring sosial di
internet bila seseorang memiliki kebutuhan besar akan perhatian,
penghargaan diri, dan pengakuan akan eksistensi dirinya.
Bila diamati lebih lanjut, ada hal-hal yang ironis mengenai FB.
Zuckerberg, orang yang membidani lahirnya FB, justru adalah orang yang
suka duduk melamun sendirian di ruang asrama.18 Lagi pula ia tidak
segan untuk mengkhianati teman-teman yang pernah membantunya
mengembangkan FB ini. Makin banyak uang yang diperoleh, makin
banyak pula teman-teman yang ditendangnya.19
Hal ini sama dengan banyak pecandu FB yang mengalami kesulitan
bergaul dalam dunia nyata, namun memiliki banyak teman di FB. Sebab
menolong kita untuk tidak harus bekerja keras mempertahankan relasi dan
mengalami rasa sakit untuk saling asah dan bertumbuh dalam kepribadian
kita. Bila dahulu kita harus relatif bekerja keras untuk mengetahui
keadaan seseorang karena harus mencari waktu yang tepat dan
menggunakan kata-kata yang baik untuk menelpon atau menghubungi
seseorang, dengan FB, orang justru dengan sukarela menyiarkan apa saja
mengenai dirinya.
Jejaring sosial juga sering menjadi media yang mendorong
perselingkuhan. Oleh fantasi yang salah dan tak terbendung, hubungan
romantis yang menyimpang membuat dua orang yang tidak saling
mengenal secara baik terlibat dalam penyelewengan yang merusak
pernikahan dan keluarga.20 Berbagai ironi ini menandakan bahwa jejaring
sosial internet bukanlah alat ideal untuk menjalin persahabatan sekaligus
16Kompas (15 Maret 2009).
17Tony Hendroyono, Facebook: Situs Social Networking Bernilai 15 Miliar Dolar
(Bandung: B First, 2009) 2.
18Ibid. 4.
19Ibid. 43.
20Kimberly S. Young, Alvin Cooper, Eric Griffiths-Shelley, James O'Mara, and
Jennifer Buchanan, “Cybersex and Infidelity Online: Implications for Evaluation and
Treatment,” makalah yang dipublikasikan dalam Sexual Addiction and Compulsivity 7,
http://www.netaddiction.com/articles/cyberaffairs.pdf.
Kecanduan Berinternet 291
mematangkan diri. Tidak heran jika Greenfield menyebut internet
sebagai alat penghubung sosial yang juga mengisolasi individu secara
sosial pada saat yang sama.21 Jejaring sosial dapat berfungsi sebagai alat
kontak untuk banyak orang sekaligus. Namun untuk relasi yang lebih
sehat, mendalam, dan bermakna, pertemuan dan kehadiran dalam ruang
dan waktu yang sama di dunia nyata tetaplah yang terbaik.
KARAKTERISTIK KECANDUAN INTERNET
Sekitar 11% orang yang terhubung internet menjadi kompulsif atau
kecanduan.22 Tidak mengherankan jika kecanduan internet telah menjadi
masalah tingkah laku yang serius dan dianggap sebagai salah satu masalah
kejiwaan. Di Amerika Serikat, bahkan ada lembaga bernama ReSTART
yang berlokasi di dekat markas besar Microsoft di Redmond yang dijadikan
pusat pemulihan kecanduan internet dengan biaya $ 14.000 atau setara
dengan 135 juta rupiah per orang. Biaya itu adalah untuk 45 hari menginap
dan mengikuti keseluruhan progam.23
Oleh Cornelius Plantinga, Jr., kecanduan didefinisikan sebagai
kelekatan yang kompleks, progresif, berbahaya, dan sering juga
melumpuhkan terhadap zat psikoaktif (alkohol, heroin, zat adiktif lainnya)
atau perilaku (seks, kerja, judi) yang dengannya individu secara kompulsif
mencari perubahan perasaan. Akhir-akhir ini daftar mengenai kecanduan
juga semakin bertambah panjang, mencakup kecanduan cinta dan roman,
belanja, agama, olah raga, video games, uang, dan pergi ke bioskop.24
Definisi ini memberi indikasi bahwa kecanduan terhadap berbagai hal
memiliki kemiripan gejala, hanya berbeda dalam hal objek kecanduan.
Karena itu, pola kecanduan internet nampak mirip dengan gejala
kecanduan pada zat psikoaktif, misalnya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa kecanduan internet merupakan pola kecanduan yang
sudah dikenal sejak lama dengan objek yang lebih modern.
21Tori DeAngelis, “Is Internet Addiction Real?” Journal Monitor on Psychology
31/4 (April 2000), http://www.apa.org/monitor/apr00/addiction.html.
22Conner, “Internet Addiction.”
23T.n., “Pusat Kecanduan Internet AS Bertarif Rp 140 Juta,” http://detiklagi.
com/show/internet/2009/09/07/pusat-kecanduan-internet-as-bertarif-rp-140-juta.
24“Sin and Addiction” dalam Limning the Psyche: Explorations in Christian
Psychology (eds. Robert C. Roberts dan Mark R. Talbot; Grand Rapids: Eerdmans,
1997) 249.
292 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan
Gambaran untuk gejala kecanduan juga dapat dikenal sejak zaman
Alkitab melalui gambaran mengenai kemabukan. Amsal 23:29-35
melukiskan perilaku pemabuk berat sebagai berikut:
Siapa mengaduh? Siapa mengeluh? Siapa bertengkar? Siapa
berkeluh kesah? Siapa mendapat cidera tanpa sebab? Siapa merah
matanya? Yakni mereka yang duduk dengan anggur sampai jauh
malam, mereka yang datang mengecap anggur campuran. Jangan
melihat kepada anggur, kalau merah menarik warnanya, dan mengilau
dalam cawan, yang mengalir masuk dengan nikmat, tetapi kemudian
memagut seperti ular, dan menyemburkan bisa seperti beludak. Lalu
matamu akan melihat hal-hal yang aneh, dan hatimu mengucapkan
kata-kata yang kacau. Engkau seperti orang di tengah ombak laut,
seperti orang di atas tiang kapal. Engkau akan berkata: “Orang
memukul aku, tetapi aku tidak merasa sakit. Orang memalu aku, tetapi
tidak kurasa. Bilakah aku siuman? Aku akan mencari anggur lagi.
Secara khusus, sejumlah gejala pola perilaku telah dicantumkan oleh
Kimberley Young, seorang peneliti tentang kecanduan internet, untuk
menentukan apakah seseorang sudah digolongkan sebagai pecandu.
Simtom itu adalah sebagai berikut:25
1. Pikiran pecandu internet terus-menerus tertuju pada aktivitas
berinternet dan sulit untuk dibelokkan ke arah lain
2. Adanya kecenderungan penggunaan waktu berinternet yang terus
bertambah demi meraih tingkat kepuasan yang sama dengan yang
pernah dirasakan sebelumnya
3. yang bersangkutan secara berulang gagal untuk mengontrol atau
menghentikan penggunaan internet
4. Adanya perasaan tidak nyaman, murung, atau cepat tersinggung
ketika yang bersangkutan berusaha menghentikan penggunaan
internet
5. Adanya kecenderungan untuk tetap on-line melebihi dari waktu
yang ditargetkan
6. Penggunaan internet itu telah membawa risiko hilangnya relasi
yang berarti, pekerjaan, kesempatan studi, dan karier
25Kimberly S. Young dan Robert C. Rodgers, dalam makalah yang disampaikan di
pertemuan tahunan ke 69 Asosiasi Psikologi Timur (Eastern Psychological Association)
pada April 1998.
Kecanduan Berinternet 293
7. Penggunaan internet menyebabkan pengguna membohongi
keluarga, terapis, dan orang lain untuk menyembunyikan
keterlibatannya yang berlebihan dengan internet
8. Internet digunakan untuk melarikan diri dari masalah atau untuk
meredakan perasaan-perasaan negatif seperti rasa bersalah,
kecemasan, depresi, dan sebagainya
Seorang pengguna sudah dapat digolongkan sebagai pecandu internet bila
ia memenuhi sedikitnya lima dari delapan kriteria yang disebutkan Young
ini.
Dari gambaran yang diajukan oleh Young ini, nampak bahwa
kecanduan pada internet memberi dampak kerusakan pada tiga fungsi
utama kepribadian, yakni fungsi pengendalian perasaan, fungsi akademis
dan pekerjaan, dan fungsi relasi. Dengan kata lain, kecanduan internet
berpotensi melumpuhkan kepribadian individu. Bila perkiraan 11%
pengguna adalah pecandu internet merupakan perkiraan yang cukup
akurat, dapat dibayangkan bagaimana hebatnya dampak kerusakan yang
terjadi pada lingkup nasional bila pengguna internet di Indonesia telah
melebihi 25 juta orang.
Kecanduan pada internet juga memberi dampak negatif yang besar
pada sisi spiritual. Pertama, menjadi pecandu internet berarti
menyerahkan hidup kepada internet untuk mengontrol diri kita. Ini
berarti bahwa kita telah menjadi hamba dari internet. Padahal kita
diminta untuk mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup,
yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. 26 Dengan kata lain,
mempersembahkan tubuh kepada sesuatu di luar Allah berarti
menyerahkan diri dengan sukarela kepada dosa dan hawa nafsu.27
Kedua, pecandu internet sering mengawali proses kecanduan dan
menggulirkan kecanduannya itu dengan kebohongan. Dari data yang bisa
diperoleh, terlihat bahwa kira-kira 50% orang berbohong mengenai
usianya, bobot tubuhnya, pekerjaannya, status pernikahannya, dan juga
jenis kelaminnya.28 Ketika menjadi pecandu, kemungkinan berbohong
semakin meluas karena mereka harus menyembunyikan kegagalan
menyelesaikan tugas dan kewajibannya akibat berinternet. Selain
membohongi orang lain, pecandu juga kerap mendustai diri dengan
26Roma 12:1.
27Roma 6:6.
28Conner, “Internet Addiction & Cyber Sex.”
294 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan
mengatakan bahwa internet tidak berbahaya, dan apa yang dilakukannya
tidak mencederai siapa pun.
Ketiga, akibat kecanduan internet adalah kerusakan pada diri dan
hubungan dengan Tuhan. Keinginan untuk berinternet menyebabkan
orang mengesampingkan perhatian kepada diri secara sehat dan
mengalihkan perhatian sehingga menjauh dari hal-hal rohani. Kecanduan
dapat membuat seseorang mengembangkan sifat buruk, misalnya
kemalasan, kebiasaan menghindar dari masalah, berfantasi, tidak peduli
dan kurang bertanggung jawab. Kepribadian bisa bertambah buruk
karena kecanduan internet. Relasi dengan Tuhan pun semakin terhambat.
Keempat, meskipun internet belum tersedia di zaman Alkitab, gejala
kecanduan internet sangatlah mirip dengan gambaran mengenai
kecanduan alkohol sebagaimana kutipan dari kitab Amsal 23:29-35.
Dalam Perjanjian Baru misalnya, kemabukan disejajarkan dengan
imoralitas seksual, pencurian, ketamakan, dan ambisi demi kepentingan
diri.29 Hal ini menunjukkan bahwa kecanduan internet merupakan hal
yang dibenci Tuhan, apalagi bila hal itu melibatkan pornografi, judi online,
pemuasan nafsu amarah dan kebencian, serta pengejaran popularitas dan
kepentingan diri semata.
Kelima, internet merupakan media buat pecandu untuk mengobarkan
fantasi yang tunduk kepada hawa nafsu kedagingan dan pemujaan diri
sendiri. Beberapa orang sulit menahan diri dari keterlibatan berdosa
dengan permainan di internet atau perselingkuhan. Beberapa lainnya
terobsesi terhadap dirinya sendiri sehingga menjadikan internet sebagai
menara Babel bagi dirinya. Popularitas di Facebook dan komentar teman
seolah memompa penghargaan diri seseorang melampaui realitas diri yang
sebenarnya. Online game membantu pecandu membentuk identitas diri
sebagaimana yang diinginkannya dan yang kemudian juga dipujanya
sendiri.
Keenam, kecanduan pada internet bertentangan dengan aspek buah
Roh, yakni pengendalian diri. Pada pecandu, kendali diri seolah tidak lagi
berada di tangannya sendiri. Betapapun kuatnya ia berusaha, siklus
kegagalan dan keberhasilan mengontrol diri menjadi rutin dengan tingkat
kekambuhan yang tinggi.
Ketujuh, kecanduan membuat relasi pecandu dengan orang lain
menjadi buruk. Perhatian pecandu yang semata-mata tertuju pada
kesenangan diri dan internet membuatnya kurang peduli dengan
291 Korintus 5:11, 6:9-10, Galatia 5:19-21. Lihat Edward T. Welch, Kecanduan:
Sebuah Pesta dalam Kubur (Penerj. Fenny Veronica. Surabaya: Momentum. 2007) 26-
27.
Kecanduan Berinternet 295
kebutuhan orang lain. Ia cenderung asyik dengan dunianya sendiri.
Selain itu menurut Edward T. Welch30, salah satu ciri utama pecandu
adalah menyalahkan orang lain. Sudah pasti pecandu tidak dapat
memenuhi perintah untuk mengasihi karena kecanduannya.
Proses Menyandu
Ada pola pikir yang terjadi dalam proses menyandu. Patrick Carnes
yang dikutip oleh Plantinga, menyebutkan pecandu terlibat dalam
lingkaran delusi,31 misalnya berpikir bahwa internet adalah kebutuhan
utama dirinya, juga obsesi,32 misalnya terus-menerus berpikir soal internet
meskipun tidak sedang dekat dengan komputer, serta memperlihatkan
perilaku ritual, seperti misalnya membuka komputer dan mengklik mouse
untuk masuk ke situs internet. Perilaku untuk mencari kenikmatan ini
justru berakhir dalam keputusasaan. Siklus ini berlanjut hingga pecandu
berusaha melepaskan diri dari keputusasaannya dengan memenuhi
obsesinya sekali lagi, sehingga menjadi awal dari suatu lingkaran
kecanduan yang baru.33
Edward T. Welch menjelaskan tentang proses menjadi pecandu.
Kecanduan sesungguhnya tidak ditandai oleh lompatan pemberontakan
besar yang terlihat kasat mata, melainkan dari langkah-langkah kecil
ketidakpedulian dan kurangnya kepekaan terhadap kebenaran.34 Dalam
kaitannya dengan kecanduan internet, mula-mula kita merasa ingin tahu
lebih banyak, misalnya soal seks. Kita menyukai dan merasa senang serta
menikmatinya. Mulai kesenangan itu menuntut pengorbanan, baik
pekerjaan, keuangan, dan pernikahan. Kita lalu berupaya memaklumi
dosa dengan mengatakan kepada diri kita bahwa pornografi, online game,
dan Facebook bukanlah dosa, misalnya. Padahal yang menjadikan
berdosa terutama adalah kecanduan itu sendiri.
Langkah selanjutnya adalah bereksperimen dan mencoba melemahkan
akibat yang mungkin terjadi oleh kecanduan itu, misalnya bahwa
kecanduan menyebabkan merosotnya nilai studi dan rusaknya relasi
dengan keluarga atau teman dekat. Pada tahapan ini, semuanya dianggap
30Kecanduan: Sebuah Pesta 100-101.
31Delusi adalah keyakinan yang salah yang sulit dikoreksi dengan cara apa pun.
32Pikiran berulang yang tertuju terus pada satu hal, dan yang sulit diurai atau
diarahkan.
33“Sin and Addiction” 245-263.
34Kecanduan: Sebuah Pesta 77-99.
296 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan
masih berada dalam kendali, perasaan bahwa saya bisa mengatasinya.
Pada tahap ini ada upaya yang kuat untuk menyembunyikan aktivitas yang
mulai menjadi kebiasaan ini dengan berbohong kepada orang-orang dekat.
Ketika akhirnya sang pecandu tidak lagi mampu mengendalikan
kebiasaannya, ia menjadi marah terhadap keadaan, kepada Tuhan, dan
menyalahkan semua orang yang dekat dengan dirinya. Ia pun terlibat
terus dengan pikiran dan fantasi yang terus berulang. Kadang-kadang
muncul komitmen, seolah ini kali terakhir baginya untuk bermain internet
atau membuka situs pornografi. Padahal ini merupakan kejatuhan yang
justru semakin dalam, karena tidak lama kemudian komitmen itu dilanggar
dan pecandu internet semakin tidak dapat mengendalikan penggunaan
internetnya.
Ada dua gejala yang senantiasa muncul dalam diri pecandu, yakni
tolerance effect dan withdrawal syndrome. Yang dimaksud dengan
tolerance effect adalah kecenderungan semakin bertambahnya waktu akses
internet maupun semakin meningkatnya derajat konten porno, misalnya,
agar pecandu memeroleh efek kenikmatan dan keterangsangan yang sama
dengan sebelumnya. Sedangkan withdrawal syndrome adalah perasaan
ketidaknyamanan dan kegelisahan yang sangat ketika pecandu tidak bisa
atau mengalami hambatan berinternet. Kedua gejala ini menjelaskan
mengapa pecandu sering tidak menjadi lebih baik, malah semakin
terbelenggu oleh kecanduan yang semakin dalam dari waktu ke waktu.
PENGATASAN KECANDUAN INTERNET
Sebagian pecandu internet mulai dapat menguasai dirinya setelah suatu
masa lepas kendali. Di antara pecandu, ada yang dapat melepaskan
dirinya setelah yang bersangkutan dihadapkan pada pilihan yang sulit,
antara memilih internet atau memilih pasangan dan keluarganya. Namun
kebanyakan pecandu tetap tidak bisa melepaskan diri dari kecanduannya
dalam kurun waktu yang panjang. Pada umumnya pecandu internet justru
memilih berinternet dan mengorbankan hal lainnya, termasuk karier,
keluarga, atau studinya.
Karena kompleksnya permasalahan kecanduan internet, pemutusan
siklus kecanduan perlu pendekatan yang bersifat multidimensional dan
penanganan secara terpadu. Ada lima area pecandu yang perlu digarap,
yakni aspek spiritual, pola pikir, perasaan, perilaku atau kebiasaan, dan
relasi. Berikut adalah prinsip pelayanan bagi pecandu internet:
Pertama, langkah awal penanganan kasus kecanduan internet harus
dimulai dari pengakuan dan kerelaan pecandu untuk melepaskan
Kecanduan Berinternet 297
kebiasaannya tersebut. Usaha apa pun yang kita lakukan niscaya akan
menemui kegagalan bila pecandu internet tidak mengakui persoalannya
yang berat. Untuk itu, rohaniwan atau konselor perlu melakukan
pendekatan empatik dan penuh penerimaan terhadap kesulitan dan
persoalan yang membelit pecandu tanpa bersikap menyalahkan.
Kedua, harus ada semacam ikatan kontrak dengan pecandu agar dalam
suatu jangka waktu, misalnya selama empat puluh hari, untuk tidak
bersentuhan dengan internet sama sekali. Sebagai gantinya, kita melatih
mereka untuk memperoleh hobi dan kebiasaan baru. Pecandu tidak
boleh dibiarkan menganggur selama mereka tidak beraktivitas dengan
internet agar mereka belajar mengisi waktu luang dengan cara yang baik.
Kegagalan dan pelanggaran terhadap komitmen diberi ganjaran sanksi
yang telah disepakati bersama, misalnya dengan memperpanjang masa
puasa berinternet. Sebaliknya, keberhasilan diberi hadiah berupa
aktivitas yang mereka sukai, namun yang tidak terkait dengan dunia
internet.
Langkah drastis dengan mencegah pecandu mengakses internet adalah
untuk menghilangkan tolerance effect dan withdrawal syndrome. Dalam
hal ini, harus ada ketegasan agar efek kecanduan ini bisa lenyap setelah
mereka tidak menggunakan internet dalam jangka waktu tertentu. Yang
perlu dirancang juga adalah sisi pengawasan terhadap pelanggaran atau
ketaatan terhadap komitmen, karena menghentikan kebohongan karena
penggunaan internet juga merupakan bagian dari penanganan terhadap
pecandu internet.
Alasan lain dari pemutusan total yang bersifat sementara dengan
internet adalah agar pecandu ditolong untuk menyerahkan kontrol
sementara kepada kita untuk kemudian kita alihkan kontrol diri mereka
kepada kuasa Tuhan. Di sini sekali lagi penolong harus membantu
pecandu untuk berdoa dan berelasi dengan Tuhan secara pribadi.
Ketiga, konseling pribadi dan konseling kelompok harus diberikan
secara rutin sampai pecandu benar-benar terlepas dari kecanduannya.
Konseling pribadi bermanfaat untuk menolong pecandu mengenali
kecenderungan dan asal mula perasaan dan pikiran yang menjerumuskan
mereka ke dalam siklus kecanduan, mengatasi pikiran dan perasaan itu,
serta memperoleh pola pikir dan pengendalian perasaan yang lebih baik.
Konseling kelompok diperlukan agar mereka mempelajari kembali cara
berelasi yang sehat, untuk menghadapi rasa sakit akibat gesekan dalam
relasi, serta untuk memberi dukungan dan saling menguatkan antar
pecandu di bawah bimbingan dari seorang konselor atau terapis.
Juga diperlukan layanan konseling keluarga, karena perilaku pecandu
memberi dampak kepada seluruh keluarga. Kemungkinan juga ada
298 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan
sumbangsih dari keluarga dalam persoalan pecandu internet. Dengan
demikian, pengakuan akan kesalahan serta perbaikan dapat dilakukan
antar anggota keluarga.
Keempat, pecandu yang telah terbebas harus menyadari bahwa mereka
tetap memiliki area sensitif terkait dengan penggunaan internet. Dengan
demikian, mantan pecandu perlu dibekali dengan teknik penolakan dan
penghindaran terhadap keterlibatan terhadap dosa dan kebiasaan buruk
mereka yang dahulu. Mereka juga perlu terus belajar untuk hidup dalam
kontrol kuasa Roh Kudus sehingga tidak tersandung lagi. Untuk itu,
penolong perlu mendorong dan membimbing mantan pecandu untuk
mengembangkan iman, kebajikan, pengetahuan akan firman Tuhan,
penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, dan kasih.35 Mantan pecandu
perlu pula ditolong untuk mengembangkan talenta dan karunia yang
mereka miliki sehingga tidak lagi terhisap ke dalam pola pikir dan
kebiasaan lama mereka.
KESIMPULAN
Kebutuhan akan koneksi internet seolah tidak lagi terhindarkan saat
ini. Dunia kerja dan pendidikan memanfaatkan internet untuk
mengoptimalkan kinerja mereka. Namun, dunia internet memiliki daya
tarik sekaligus godaan yang besar sehingga sebagian pengguna internet
menjadi pecandu internet.
Berhadapan dengan pecandu, penolong dituntut untuk
memperlihatkan sikap penerimaan terhadap pribadi mereka, namun
sekaligus juga sikap tegas terhadap pergumulan yang sedang mereka
hadapi. Selain itu, penanganan terhadap pecandu harus diupayakan
secara multidimensional dan terpadu.
Bila pecandu telah dapat melepaskan diri dari kecanduannya, mereka
tetap perlu waspada agar tidak terlibat kembali dalam kebiasaan lamanya.
Persoalan mantan pecandu internet akan semakin kompleks bila ia harus
menggunakan internet untuk pekerjaan atau studinya. Karena itu,
penanganan mantan pecandu internet pun perlu terus dilakukan dengan
tekun dan berkesinambungan.
352 Petrus 1:3-10.
(Soldier Of Law Organization)


Senin, 18 Januari 2010
UNTUK MENOLONG PECANDU INTERNET
Diposting oleh
leoroses snakepit
di
02.40
Label: kesehatan♥
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar